Wednesday, December 15, 2010

kasus-kasus aspek hukum (untuk mahasiswa NIM Genap_kelas A)

Menyoal persaingan tak sehat di bisnis seluler

April 7, 2007 by fspbumnbersatu

Baru-baru ini Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN), sebuah organisasi yang menaungi serikat pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melaporkan adanya praktik bisnis yang dinilai merugikan banyak pihak di sektor telekomunikasi kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Tuduhan yang tidak bisa dianggap enteng itu secara langsung menuding dugaan adanya persekongkolan antara dua penyedia layanan telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, yakni PT Indosat Tbk dan PT Telkomsel.
Dalam laporannya, FSP BUMN menyebutkan bahwa konspirasi antara PT Indosat Tbk dan PT Telkomsel telah berhasil menghalang-halangi atau menghambat masuknya pelaku usaha baru ke dalam bisnis telepon seluler. Akibatnya, secara tidak langsung konsumen di Indonesia telah dirugikan, karena absennya kehadiran pelaku usaha baru yang dapat menunjang persaingan usaha yang sehat.
Pertanyaan yang tentu saja diajukan oleh khalayak ramai adalah: benarkah tuduhan tersebut? Apa yang menjadi penyebab hadirnya praktik semacam itu pada sektor telekomunikasi? Bagaimana mungkin dua perusahaan yang seharusnya saling berkompetisi justru bekerja sama bagaikan satu kesatuan entitas?
Menghalangi
Bila kita telaah lebih jauh PT Indosat dan PT Telkomsel, memang ada beberapa sinyalemen yang mengarah pada tuduhan bahwa telah terjadi upaya menghalang-halangi masuknya pelaku usaha baru ke bisnis seluler, khususnya pada segmen fixed wireless access (FWA). Contoh nyata adalah sulitnya Bakrie Telecom untuk dapat melakukan penetrasi pasar ke dalam 15 kota dan mengembangkan sambungan interkoneksi kepada operator lain.
Beberapa waktu lalu, pemerintah memutuskan untuk menata ulang penggunaan frekuensi bagi layanan CDMA atau FWA. Sebelumnya, operator dapat memilih untuk menggunakan dua spektrum frekuensi, 800 MHz dan 1.900 MHz.
Namun, belakangan pemerintah hanya memberlakukan penggunaan spektrum frekuensi 800 MHz. Hal ini menyebabkan beberapa pelaku usaha saling bekerja sama dalam membagi kanal frekuensi di beberapa wilayah.
Bakrie Telecom, pemilik produk CDMA Esia, menguasai kanal frekuensi di tiga kota. Sementara Indosat, pemilik produk CDMA StarOne, menguasai kanal frekuensi di 15 kota. Pemerintah, dalam hal ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah memfasilitasi kedua pelaku usaha itu untuk saling memanfaatkan kanal frekuensi yang ada melalui perjanjian mobile virtual network operation (MVNO).
Namun, realisasi perjanjian MVNO itu tertunda lantaran Indosat mengklaim bahwa ada masalah kompatibilitas yang timbul antara sistem Bakrie Telecom dan sistem yang dimilikinya. Konsekuensinya, akses Bakrie Telecom untuk memperluas wilayah usahanya ke 15 kota yang spektrum frekuensinya dikuasai oleh Indosat menjadi terhambat.
Di lain pihak, Indosat gencar melakukan penguasaan pasar di 15 wilayah. Dalam beberapa bulan terakhir ini, merujuk pada laporan media massa, Indosat meluncurkan produk StarOne-nya dengan sistematis.
Hal ini mengindikasikan perusahaan tersebut telah secara sengaja menunda masuknya Bakrie Telecom untuk menghilangkan persaingan dalam merebut pasar konsumen CDMA. Konsumen dirugikan oleh praktik yang diterapkan Indosat. Ini karena mereka tidak diberikan alternatif pilihan penyedia jasa fixed-wireless access CDMA di 15 daerah tersebut.
Pada saat yang bersamaan, Bakrie Telecom juga mengalami kesulitan interkoneksi dengan sistem yang dimiliki Telkomsel. Sampai saat ini kabarnya konsumen Esia banyak mengeluhkan sulitnya melakukan sambungan telepon ke dan dari nomor Telkomsel. PT Telkomsel memberikan alasan bahwa mereka memberlakukan pembatasan interkoneksi karena banyak konsumen Bakrie Telecom yang melakukan sambungan telepon ke jaringannya dan menyebabkan terjadinya kemacetan sistem.
Alasan Telkomsel itu mengundang tanda tanya. Bila kita analisis secara menyeluruh, jumlah pemakai Esia dan jumlah pengguna operator lain yang telah lama eksis dan diberikan akses interkoneksi yang lebih besar oleh Telkomsel sangat tidak berimbang. Sebab logikanya jumlah pengguna operator lain yang telah lama eksis tentu lebih besar ketimbang pemakai Esia.
Secara logika, jumlah pengguna telekomunikasi lain yang melakukan sambungan telepon dari dan ke Telkomsel seharusnya telah mengakibatkan kemacetan luar biasa pada sistem Telkomsel. Nyatanya selama ini sistem Telkomsel mampu berjalan normal. Mereka bahkan sanggup meningkatkan kapasitas telekomunikasinya pada hari raya tertentu, seperti Idulfitri.
Tambah kapasitas
Pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada PT Telkomsel adalah mengapa mereka tidak meningkatkan saja kapasitas interkoneksinya? Bukankah Bakrie Telecom juga harus melakukan hal yang sama agar sistemnya tidak terganggu?
Adanya dua hal krusial yang membatasi ekspansi pasar Bakrie Telecom mengindikasikan adanya semacam kerja sama yang dilakukan oleh Telkomsel dan Indosat dengan alasan teknis. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi pada waktu yang bersamaan?
Wajarlah bila masyarakat menduga ada suatu konspirasi antara dua perusahaan operator seluler terbesar di Indonesia itu. Adalah suatu hal yang penting bagi KPPU untuk menyidik lebih jauh korelasi antara dua kejadian yang sekilas tampak tidak berhubungan tersebut. Apalagi mengingat Indosat dan Telkomsel secara tidak langsung berada di bawah kendali Temasek Holdings (Pte) Ltd.
Pasalnya, pascaprivatisasi pada 2002 Singapore Technologies and Telemedia (STT) menguasai 41,94% saham Indosat. Sementara itu, Singapore Telecommunications Ltd (SingTel) memiliki 35% saham Telkomsel. Baik STT maupun SingTel adalah anak perusahaan Temasek Holdings (Pte) Ltd.
Bakrie Telecom adalah satu perusahaan penyedia layanan CDMA yang tumbuh dengan cepat di Indonesia. Perusahaan ini bahkan memiliki jumlah pelanggan yang lebih banyak dari StarOne Indosat.
Mengingat kelangsungan laba Temasek Holdings (Pte) Ltd melalui dividen tergantung pada penguasaan pangsa operator seluler oleh Indosat-salah satunya melalui pasar CDMA-maka boleh jadi ada motif bisnis tertentu dari Temasek Holdings (Pte) Ltd untuk menahan laju pertumbuhan Bakrie Telecom melalui konspirasi yang dirancang oleh kaki-tangannya yang ada di Indosat dan Telkomsel.
Oleh: Habiburokhman
Penasehat Hukum Federasi serikat Pekerja BUMN Bersatu
harian Bisnis Indonesia 29 nov 2006 ( kolom opini)

http://fspbumnbersatu.wordpress.com/page/6

Bahas kasus diatas dengan mengkaitkan materi-materi setelah UTS di dalam aspek hukum dalam bisnis

No comments:

Post a Comment